Ketika
menerima gelar Doktor Honoris Causa dalam bidang ilmu hukum, Hatta tak lupa
menyinggung keprihatinannya pada koperasi. Masih banyak yang
terkatung-katung, ujarnya.
Pidato Hatta
di depan Senat Guru Besar Universitas Indonesia pada 30 Agustus 1975 Menuju
Negara Hukum telah mengantarkan mantan Wakil Presiden itu meraih gelar Doktor
Honoris Causa dalam bidang hukum. Kegigihannya memperjuangkan jiwa Pasal 33 UUD
1945 terutama koperasi mendapat acungan jempol dari kalangan akademisi dan
praktisi, sehingga ia mendapat sebutan Bapak Koperasi Indonesia.
Pandangan-pandangannya menjadi roh koperasi Indonesia.
Sistem yang
cocok dengan penghidupan mereka dan tidak bertentangan dengan cita-cita kita
ialah badan koperasi ekonomi. Bukan koperasi yang bersemangat NV, dan
berdasarkan individualisme dan mencari untung seperti banyak kelihatan
sekarang, melainkan koperasi untuk pembela kepentingan umum. Ini adalah
penggalan tulisan Hatta di Daulat Rakyat edisi 10 Juli 1933, yang dikutip
promotor pemberian gelar itu, Padmo Wahyono.
Puluhan
tahun berlalu, kekhawatiran Hatta masih relevan untuk direnungkan. Perjalanan
badan usaha koperasi di Indonesia terkatung-katung, atau kalau boleh dibilang
bagaikan kerakap di atas batu, hidup segan mati tak mau. Jangankan menjadi
besar dan menguasai pasar, koperasi justru kurang dilirik, termasuk para
pengambil kebijakan. Watak perekonomian yang dibuat Founding Fathers dalam
Pasal 33 UUD 1945 cenderung makin ditinggalkan.
Asumsi itu
mungkin saja terbalik jika dilihat dari jumlah badan usaha koperasi dan jumlah
anggota koperasi. Data Kementerian Koperasi Usaha Kecil dan Menengah
menunjukkan pada 2009 hanya ada 170.411 koperasi di seluruh Indonesia, hingga
Juni 2013 sudah mencapai 200.808 unit usaha koperasi. Jumlah anggotanya pun
kini sudah mencapai 34.685.145 orang, naik dibanding tahun 2009 yang berjumlah
29.240.271 orang. Angka-angka ini juga disinggung Menteri Koperasi dan UKM Syarief Hasan saat peringatan Hari
Koperasi Nasional ke-66 di Mataram, Nusa Tenggara Barat, 12 Juli lalu.
Koperasi
sebenarnya badan usaha yang sangat dikenal karena tersebar hingga ke pedesaan.
Puluhan tahun program Koperasi Unit Desa (KUD) diperkenalkan. Malahan, nama
koperasi sering dipakai untuk bisnis investasi yang rawan penyimpangan. Anda
masih ingat kasus Koperasi Langit Biru di Depok? Pengurus koperasi ini telah
mengumpulkan uang dari anggota dengan iming-iming imbalan besar. Hasilnya, uang
anggota raib, dan pengurus koperasi itu, Jaya Komara, akhirnya meninggal dalam
status tahanan polisi.
Bentuk usaha
koperasi bahkan menjadi pilihan para pegawai negeri di banyak lembaga
pemerintahan, termasuk lembaga yang bersinggungan dengan hukum semisal
Kejaksaan, Kepolisian, Komnas HAM, DPR, BPK, Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah
Agung.
Penelusuran
yang dilakukan hukumonline memperlihatkan warna warni koperasi di
lembaga-lembaga tersebut. Ada yang berkembang dengan dana miliaran rupiah, ada
pula yang hidup biasa-biasa saja. Koperasi Pengayoman, misalnya. Omzet koperasi
para pegawai di Kementerian Hukum dan HAM ini puluhan miliar per tahun. Kantor
koperasinya malah berada di luar gedung Kementerian, dan punya bisnis seperti
SPBU di daerah Tangerang. Koperasi simpan pinjam pegawai bekerjasama dengan
BNI, setiap pegawai bisa meminjam maksimal Rp20 juta dengan masa tenor lima
tahun.
Sayang, nama
koperasi ini sempat terseret kasus korupsi Sisminbakum. Pengurusnya pun harus
bolak balik diperiksa Kejaksaan Agung. Pengalaman tak mengenakkan itu melecut
Koperasi Pengayoman untuk berbenah. Meski tak tahu persis kasus Sisminbakum
2010 silam, Erwin Azis, Ketua Koperasi Pengayoman sekarang, mengatakan akan
fokus pada pengelolaan aset koperasi. Koperasi lain, Primer Koperasi Kepolisian
(Primkoppol), juga terseret dalam kasus simulator SIM yang kini sedang
disidangkan di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Melangkah
memperbaiki diri setelah terseret kasus menjadi jalan keluar bagi pengurus
koperasi. Koperasi pegawai Mahkamah Konstitusi, misalnya, telah berkembang.
Kini, pengurus koperasi berusaha meningkatkan pengawasan agar tak lagi terjadi
penyimpangan. Sisa Hasil Usaha (SHU) yang bisa dibagikan bisa mencapai 200
jutaan per tahun.
Koperasi
karyawan Komnas HAM terbilang sederhana. Punya usaha jual beli barang kebutuhan
karyawan, koperasi ini hanya punya etalase kecil di bawah tangga. Rupanya, kata
Jahani, Ketua Koperasi Pegawai Komnas, usaha yang lebih diminati karyawan
adalah simpan pinjam. Omzetnya pun jauh lebih kecil dibanding Primkoppol atau
Koperasi Pengayoman.
Kecil atau
besar omzetnya, koperasi adalah usaha yang selalu berusaha dilindungi
pemerintah. Karena itu, banyak program yang digulirkan untuk stimulus bagi
koperasi. Salah satu upaya yang dilakukan adalah mempermudah pendirian
koperasi. UU No. 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian dibuat antara lain untuk
memenuhi keinginan tersebut, sekaligus memberikan kepastian status koperasi
sebagai badan hukum. Koperasi, menurut Wet pengganti UU No. 25 Tahun 1992 ini,
adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum
koperasi dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal menjalankan
usaha.
Salah satu
filosofis yang selalu ditekankan adalah kesejahteraan anggota koperasi. Lewat
koperasi, seluruh anggota bisa menikmati berbagai kemudahan membeli barang,
meminjam uang, atau mendapatkan SHU pada akhir tahun berjalan. Intinya,
kesejahteraan anggota menjadi prioritas dalam usaha koperasi. Koperasi pegawai
BPK, sekadar contoh, mencoba memfasilitasi anggotanya yang hendak bepergian ke
luar kota atau menunaikan umroh dan ibadah haji bagi yang beragama Islam.
Tetapi
apakah koperasi karyawan bisa melakukan kegiatan yang menyimpang agar
mendapatkan keuntungan lebih? Koperasi karyawan yang ikut tender di lembaga
tempat karyawan itu, atau koperasi yang berperan menentukan pemenang lelang,
adalah bentuk penyimpangan yang terjadi. Penyimpangan yang terjadi tak lepas
dari kesalahan pemahaman masyarakat atau kekurangtahuan terhadap roh koperasi
yang digagas Hatta puluhan tahun silam. Mengejar keuntungan sebesar-besarnya
untuk kemakmuran segelintir pengurus jelas bukan roh koperasi. Kita saja
masyarakat awam yang kurang memahami, kata dosen Fakultas Hukum UGM,
Fajrul Falaakh.
Idealnya,
koperasi lebih menitikberatkan pada keadilan dan pemerataan semua anggota. Presiden
Susilo Bambany Yudhoyono juga menyadari pentingnya prinsip koperasi itu di
tengah persaingan ekonomi global. Dengan koperasilah, ekonomi akan
tumbuh lebih berkeadilan dan lebih merata, ucapnya saat memberikan pidato
pada Peringatan Hari Koperasi di Mataram (12/7).
Tinggal
bagaimana pengurus koperasi pegawai di semua lembaga mencari jalan legal
menyejahterakan anggota, seperti yang dicita-citakan Hatta.
Referensi :
Tanggapan
saya :
Saya sangat mendukung dengan apa
yang dilakukan oleh pak Hatta, beliau sangat mendukung agar terciptanya
Koperasi yang berasas pada keadilan, dengan kegigihannya untuk mendukung
terciptanya kemajuan dibidang Koperasi yang ada di Indonesia. Koperasi di
Indonesia harus ditingkatkan lagi kualitasnya dan harus dimanfaatkan sesuai
dengan tujuan pembentukannya, agar apa yang dikhawatirkan oleh pak Hatta tidak
akan terjadi.
Koperasi jaman sekarang lebih banyak dimanfaatkan untuk mencari untung bagi
pemiliknya, bukan semata untuk membantu dan memperbaiki tingkat ekonomi
masyarakat, seperti halnya yang terjadi dengan kasus Koperasi Langit Biru di
Depok, itu merupakan suatu bentuk penyimpagan yang terjadi dikoperasi sekarang
ini. Hal tersebut merupakan salah satu bentuk penyimpangan koperasi di
Indonesia, masih ada penyimpangan lain yang terjadi dikarenakan kurangnya
pemahaman masyarakat akan peran koperasi sesungguhnya.
Koperasi di Indonesia harus lebih diperhatikan lagi, khususnya bagi
Koperasi Pegawai harus ditingkatkan kualitasnya agar dapat mensejahterakan
karyawannya dan tujuan pembentukan koperasi tersebut pun dapat tercapai. Pengurus
koperasi berusaha meningkatkan pengawasan agar tak lagi terjadi penyimpangan pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU), kesejahteraan anggota
harus menjadi prioritas bagi pengurus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar